Desain dan interior rumah minimalis terbaru

LightBlog
ads

Ads

ads
Powered by Blogger.

Blog Archive

LightBlog

Thursday, April 21, 2016

Yu Sing, Akankah Nanti Kota Maju Ini Menjadi Kota Mati?

20 april 2016

Bismillahirrahmanirrahim

 - بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

kota maju ini menjadi kota mati

Akankah nanti kota maju ini menjadi kota mati Yu sing, Akankah nanti kota maju ini menjadi kota mati?
image courtesy by renovasi-ku
#KematianAlamiah

Cara alamiah atau sintetik.

Pertumbuhan penduduk dunia yang pesat mengancam banyak hal. Hutan berkurang. Pertanian menyusut. Sampai tahun 1950 penduduk dunia gres 2.5 milyar orang. Tiba2 di tahun 2015 sudah mencapai 7.3 milyar. Hanya dalam waktu 65 tahun peningkatannya hampir 3x lipat.


Kekurangan pangan dunia mengancam seiring lahan pertanian yang justru makin menyusut. Selain kebutuhan perumahan yang makin besar, insan lebih terdorong untuk mendorong pertumbuhan ekonomi daripada pertanian. Pada kurun tamat presiden SBY, setiap tahun Indonesia kehilangan 100.000 hektar lahan pertanian. Walaupun pemerintah klaim telah kembalikan 60.000 hektar dengan membuka lahan pertanian baru, produktivitasnya masih diragukan. Food estate di ketapang kalimantan barat seluas 3 ribu ha, akan diperluas 20 ribu ha, dengan ambisi 100 ribu ha, yang dicanangkan menteri bumn pak dahlan iskan waktu itu, di tahun 2015 aku lihat ke sana dalam kondisi terbengkalai dan ditinggalkan. Habis semua dimakan hama belalang.

Asumsi bahwa jumlah produksi pertanian dengan cara organik tidak akan cukup menyediakan kebutuhan pangan, semenjak dahulu telah dikembangkan aneka produk pertanian non organik. Bibit, pupuk, obat hama pertanian semuanya hasil buatan pabrik. Ada kepentingan korporasi besar. Saya lupa angkanya persisnya, mungkin sekitar 80% bibit tumbuhan pertanian di indonesia itu ialah hasil ekspor. Bisnis yang besar.

Jadi, selain lahan pertanian diancam oleh aneka pengembang dan korporasi investasi besar dan menengah dengan banyak sekali fungsi gaya hidup kekinian, lahan pertanian yang ada pun semenjak jaman orde gres telah diambil alih oleh produk2 buatan, bergantung pada pupuk dan obat hama kimia. Apakah betul bahwa pupuk, insektisida & herbisida kimia hanya satu2nya impian bagi pemenuhan kebutuhan pangan?

Masanobu Fukuoka (1913-2008), petani revolusioner dari jepang, mengembangkan pertanian alamiah yang volume produksi kebunnya sanggup sama dengan produksi kebun yang dikelola tidak alami. Masanobu ialah ilmuwan agrikultur dan mikrobiologis yang di usia 25 tahun keluar dari pekerjaannya alasannya ialah tidak percaya bahwa agrikultur cara 'modern' ialah yang benar dan baik. Sejak itu masanobu bertani. Dan sekarang buku2nya, salah satunya 'revolusi sebatang jerami' menjadi ide di seluruh dunia.

Insektisida kimia sanggup menghindarkan tumbuhan dan sayuran dari hama2 serangga. Tapi kita juga tahu bahwa semua serangga ikut mati. Termasuk serangga2 pembantu petani, pemangsa hama alami. Pupuk kimia dan herbisida berlebihan juga menciptakan tanah menjadi keras. Cacing dan aneka binatang penyubur tanah tersingkir. Serangga cacing dll musnah. Burung2 kehilangan makanan. Ekosistem terganggu secara berantai.

Puncak kekagetan kondisi ini ditulis dalam buku mahir ilmu lingkungan, rachel carson, 1962 berjudul the silent spring. Setelah perang dunia ke 2 berakhir, sisa2 bahan2 perang spt mesiu dll masih melimpah. Pabrik kimia memutar otak menciptakan pabrik obat hama sintetik memakai bahan2 bekas perang itu. Dipakailah di amerika secara massal. Akibat penggunaan pestisida sintetik yang berlebihan, menciptakan suatu masa ekspresi dominan semi tersepi. Tidak ada bunyi burung. Serangga lenyap. Kerusakan lingkungan meningkat cepat. Akibat buku ini penggunaan DDT dilarang.

Apakah dunia sudah sadar dan kembali ke cara2 alamiah dan organik? Masih jauh dari itu. Penelitian pertanian alamiah tampaknya kalah jauh tertinggal dari penelitian pertanian tidak alami. Ingat kepentingan ekonomi insan lebih diutamakan. Pertanian alamiah berarti bibit alami yang sanggup dibudidayakan petani tanpa terus beli. Pupuk alami berarti petani sanggup buat sendiri. Obat2 hama alami berarti tidak sanggup dikuasai pasar korporasi besar.  

Saat ini telah usang berkembang bibit transgenik hasil rekayasa genetika. Monsanto ialah perusahaan amerika yang sangat besar dalam mengembangkan korporasi pertanian dengan bibit transgenik (gmo). Membuat petani bergantung sepenuhnya kepada monsanto dan perusahaan sejenis biar pertaniannya sanggup panen dengan iming2 produktivitas yang tinggi dan pasti. Walau kenyataannya juga banyak yang gagal.

Indonesia juga membuka diri pada bibit transgenik ini. http://www.kemenperin.go.id/artikel/1347/Monsanto-Jadikan-RI-Basis-Produksi-Benih-Jagung . Masih perlu banyak pertanyaan dan keraguan alasannya ialah banyak pencetus lingkungan, pertanian, & kesehatan di seluruh dunia menolak bibit transgenik ini alasannya ialah dampaknya yang sanggup fatal buat kesehatan insan kalau dikonsumsi dalam jangka panjang. Tapi yang terang dan niscaya kebergantungan pada korporasi mustahil sanggup menciptakan petani berdaya dan menanjak kesejahteraannya, dibandingkan kalau petani diajarkan pertanian alamiah dengan mandiri.

Kemandirian pertanian alamiah juga ialah susukan kegotongroyongan bersama2 kelompok saling membuatkan informasi. Hidup yang lebih berkualitas. Alam lingkungan yang lebih sehat.

Menghabiskan seluruh serangga tanpa pandang keuntungannya dalam ekosistem, ialah cara sangat bernafsu dan gegabah. Kita semua mungkin gampang oke dalam pernyataan ini. Karena menyangkut hewan. Bukan dunia manusia. Lebih gampang diterima tanpa memihak. (soal perlu tidaknya obat hama kimia itu lain topik lagi. Prinsipnya serangga dan ekosistem lain tidak boleh dimusnahkan tentu semua setuju).

Tetapi berhubung profesi aku arsitek, aku juga melihat hal yang sama dalam dunia perkembangan kota. Manusia2 lemah miskin kecil digusur disingkirkan dengan cara tidak alamiah tanpa pandang bulu. Tidak dipilah pilah. Tidak diajak obrolan dengan sungguh2, tidak menyerupai masanobu berdialog dengan alam dan kebunnya. Tidak melihat dilema dari sudut pandang yang lebih luas, mengapa ada kumuh? Mengapa ada urbanisasi? Mengapa ada kemiskinan? Mengapa ketidakadilan sekian puluh tahun tidak diperhitungkan sebagai kegagalan yang harus diperbaiki? Di mana2 terjadi di banyak kota besar. Serupa menyerupai halnya pertanian, kepentingan ekonomi lebih utama bagi insan daripada pertanian itu sendiri. Demikian juga dalam kasus2 penggusuran paksa. Tidak peduli kerusakannya pada banyak (mental) anak, pemuda, ibu, orangtua. Akankah nanti kota2 maju ini menjadi kota2 mati? Seperti the silent spring?  





LightBlog
LightBlog