image courtesy by renovasi-ku |
Pertanyaan fundamental ini perlu kita tanyakan sebelum terlalu cepat menyalahkan warga kampung/pasar kumuh.
Di dalam kampung/pasar kumuh:
Bila jalan rusak, mengapa tidak diperbaiki?
Bila banyak sampah, mengapa tdk segera dibersihkan? Seperti sampah acak-acakan setiap perhelatan kegiatan besar di pusat2 kota atau jalanan kota.
Bila akses rusak/belum ada, mengapa tidak dibersihkan dikeruk dan dibentuk baik ibarat di pusat2 kota?
Bila pelayanan air higienis & kotor tidak/belum layak, mengapa tidak diusahakan?
Bila jalan rusak, mengapa tidak diperbaiki?
Bila banyak sampah, mengapa tdk segera dibersihkan? Seperti sampah acak-acakan setiap perhelatan kegiatan besar di pusat2 kota atau jalanan kota.
Bila akses rusak/belum ada, mengapa tidak dibersihkan dikeruk dan dibentuk baik ibarat di pusat2 kota?
Bila pelayanan air higienis & kotor tidak/belum layak, mengapa tidak diusahakan?
Mengapa jikalau warga kampung yg disebut kumuh berupaya mencari nafkah secara informal sering dipersulit dan digusur2?
Bukankah pemimpin kota wajib melayani semua warga tanpa kecuali?
Mengapa tidak berproses untuk menata?
Melayani dengan mengajak warga memperbaiki?
Mengapa hanya gusur?
Mengapa ketidakmampuan pemerintah melayani dan memberi prioritas utk membantu yang lebih lemah, malah dibayar dengan kemarahan dan menggusur kumuh?
Bukankah pemerintah itu mencoreng muka sendiri?
Mengapa ruang2 hijau habis dijual2 ke pemodal kuat? Tapi dikala krisis kemudian semua mata melirik ke kampung2 kumuh untuk dijadikan target korban? Mengapa pemerintah tidak lebih dulu dr pemodal beli2 lahan untuk ruang hijau demi pelayanan kota yang lebih baik?
Belajarlah juga dari banyak negara.
Melayani yang lebih lemah, mengubah kumuh jadi higienis dengan menata, memperlihatkan kawasan tinggal dan perjuangan yang higienis kondusif terjamin kepada warga2 yang lemah kumuh, bukanlah mimpi konyol.
Bukankah kita pujapuji jikalau ada kegiatan kesehatan dan pendidikan untuk semua?
Di balik ketidaksempurnaan pelaksanaannya,
Mengapa tidak ada kegiatan rumah untuk org2 tdk bisa baik atas lahan maupun rumahnya?
Mengapa ada kumuh?
Anak yang lapar, lemah, kotor, tidak berdaya, apakah sebaiknya disingkirkan jauh2 atau orang tuanya layani dan rangkul anak itu?
Bukankah pemimpin kota wajib melayani semua warga tanpa kecuali?
Mengapa tidak berproses untuk menata?
Melayani dengan mengajak warga memperbaiki?
Mengapa hanya gusur?
Mengapa ketidakmampuan pemerintah melayani dan memberi prioritas utk membantu yang lebih lemah, malah dibayar dengan kemarahan dan menggusur kumuh?
Bukankah pemerintah itu mencoreng muka sendiri?
Mengapa ruang2 hijau habis dijual2 ke pemodal kuat? Tapi dikala krisis kemudian semua mata melirik ke kampung2 kumuh untuk dijadikan target korban? Mengapa pemerintah tidak lebih dulu dr pemodal beli2 lahan untuk ruang hijau demi pelayanan kota yang lebih baik?
Belajarlah juga dari banyak negara.
Melayani yang lebih lemah, mengubah kumuh jadi higienis dengan menata, memperlihatkan kawasan tinggal dan perjuangan yang higienis kondusif terjamin kepada warga2 yang lemah kumuh, bukanlah mimpi konyol.
Bukankah kita pujapuji jikalau ada kegiatan kesehatan dan pendidikan untuk semua?
Di balik ketidaksempurnaan pelaksanaannya,
Mengapa tidak ada kegiatan rumah untuk org2 tdk bisa baik atas lahan maupun rumahnya?
Mengapa ada kumuh?
Anak yang lapar, lemah, kotor, tidak berdaya, apakah sebaiknya disingkirkan jauh2 atau orang tuanya layani dan rangkul anak itu?