image courtesy by renovasi-ku |
Siapa suruh tiba jakarta? Nyatanya 60an% uang indonesia berputar di jakarta. Maka semenjak jaman bedil sundut orang2 dari negara belum berjulukan indonesia sudah pada tiba ke jakarta mencari nafkah. Puluhan tahun pengelolaan negara yang 'rasis' thd daerah, tdk dipintarkan, dieksploitasi, 'upeti', dll menciptakan daerah2 terus tidak dapat berkembang dengan baik.
Urbanisasi itu menjadi kepastian dan 'takdir'. Ada segelintir yang memang sudah kaya bermodal tiba ke jakarta dan terus bertambah kaya. Ada yg miskin ke jakarta kemudian menjadi kaya dan makin kaya. Ada pula memang yang kaya ke jakarta kemudian jatuh miskin. Tapi tentu saja jauh lebih banyak yang miskin ke jakarta dan tetap miskin.
Pernah terdengar besar lengan berkuasa salah 1 solusi membersihkan kekumuhan ialah memulangkan orang2 miskin itu ke kampungnya masing2. Mengapa? Karena tidak berhasil jadi kaya? Atau belum?
Bagaimana dengan yang berhasil kaya. Apakah sudah merasa cukup berhasil dan punya modal besar kemudian tamat tinggalkan jakarta kembali ke kampungnya? Mungkin ada tapi anomali. Kenapa mereka tidak juga disuruh pulang dari jakarta krn dianggap sudah cukup dan gantian orang lain yg mengadu nasib? Bukankah mereka juga dulu bukan org jakarta?
Pangkal masalahnya ialah 60% uang indonesia itu berkumpul di jakarta. Maka siapa saja berhak mengejarnya alasannya ialah ketimpangan ekonomi itu mengakibatkan ketimpangan sosial budaya dan kemanusiaan. Bagaimana kalau diatur hanya 10% saja uang indonesia yang berputar di jakarta? Pembangunan rumah2 jauh lbh diharapkan banyak kawasan yang terus tekor pasokannya daripada kebutuhannya. Ekonomi maju di banyak sekali kawasan mungkin menarik minat para migran kembali ke kampungnya. Dan seterusnya sehingga jakarta tidak terlalu penuh sumpek.
Kalaupun masih jauh dari upaya itu, pernahkah berpikir bahwa kecerdasan itu bukan hanya kecerdasan mengumpulkan kekayaan? Pernahkah berpikir bahwa bos2 besar pengembang itu tidak akan jadi super kaya tanpa tukang2? Bos2 besar itu tdk punya kecerdasan bertukang. Dan tanpa kecerdasan bertukang..tidaklah mungkin mereka sekaya sekarang. Tapi apakah kecerdasan bertukang ini dihargai tinggi? Apakah para tukang yang cerdas ini diberikan saham yang cukup shg mereka pun dapat mengkaya tanpa meninggalkan profesinya?
Sang pencipta menitipkan banyak sekali kecerdasan yang berbeda2 kepada banyak orang tetapi tidak kita hargai cukup. Hanya posisi2 puncak saja yg dihargai cukup. Mestinya tukang juga besar hati atas kecerdasan bertukangnya. Tetap terus bertukang krn itulah dirinya yg seharusnya menjadi. Namun terus mengkaya seiring banyak karyanya dihargai baik.
Tidaklah cukup adil kalau org2 miskin yang tiba ke jakarta belum merasa cukup walau cukup banyak hartanya dikirim ke kampungnya dan berhemat ketat di jakarta, kemudian diperlakukan spt maling dan disuruh kembali ke kampung. Sementara org2 sangat kaya berlimpah tdk pernah merasa cukup terus menumpuk kekayaan spt paman gober di tanah jakarta dan tak pernah disuruh kembali ke kampung.
14 april 2016, yu sing. pendiri studio arsitektur akanoma yang membagikan 20% penghasilannya untuk semua karyawannya sesuai kecerdasannya masing2 (di luar honor dan operasional yg juga menyedot porsi sangat besar dari penghasilan).